Di panggung yang terbentang luas mulai Nanggroe Aceh Darussalam hingga Papua dengan segala pernak-perniknya tengah diadakan sebuah lakon yang ga jelas judul dan pemeran utamanya. Yang terlihat hanya pemeran piguran yang bernama “Rakyat”, yang begitu menderita tanpa mampu berdialog sama sekali karena mulutnya diplester oleh naskah yang dibuat para penguasa yang tengah duduk manis berderet di sekitar singgasana megah tempat mengatur lakon sandiwara tersebut.
Diantara bentangan panggung tersebut, terlihat banyak tempat yang gersang karena tak lagi ada tanaman dan hutan karena habis di tebangi para cukong yang di bekingi penguasa setempat tanpa memperdulikan rakyat yang tinggal disekitarnya. jadi tidak aneh lagi kalo begitu hujan turun berhari-hari, maka akan terlihat puluhan atau bahkan ratusan rakyat yang mati tertimbun longsoran tanah dan tersapu air bah yang tak terbendung pepohonan.
 Nampak pula tempat lain yang begitu bersinar oleh cahaya keemasan, tapi berubah menjadi lobang yang teramat luas dan dalam, karena isinya dikeruk lalu dibawa ke panggung lain di belahan bumi yang lain.. rakyat yang tinggal disekitarnya tetap tak dipikirkan. Ada yang terlihat kurus kerontang dan perut membuncit karena tidak kebagian makan dari hasil panen dari ladang yang tak bisa lagi ditanami.
Yang lebih menyedihkan lagi, ditempat lainnya terlihat beribu-ribu meter kubik lumpur yang menyembur dengan suhu yang cukup untuk melepuhkan kulit kering keriput rakyat sekitarnya terus dan terus menyembur tanpa bisa dihentikan. Ribuan hektar sawah, ladang, pabrik, jalan, dan rumah tempat berteduh jutaan rakyat miskin pun ludes tenggelam, dan hanya menyisakan bentangan laut lumpur yang teramat  sangat luas..
Lalu gimana tuh respon para penguasa yang tengah duduk manis berderet di sekitar singgasana megah tempat mengatur lakon sandiwara tadi..? 
“Cuek aja, emang gue pikirin…”  begitu kata mereka….
Rakyat miskin yang lapar tadi akhirnya nekat, ada yang terpaksa mengambil sebuah semangka diladang orang kaya yang kebetulan punya saudara Polisi karena haus, seorang nenek renta mengambil sisa-sisa kapuk dan tiga butir buah coklat untuk ditukar beras, dan mereka dipenjara.. penjara yang sempit tanpa fasilitas apapun kecuali nyamuk dan dingin…
Kontras sekali dengan seorang Artalyta Suryani, wanita kaya yang mampu menyuap seorang  jaksa senior  dengan uang milyaran rupiah, tapi bisa tinggal dipenjara super mewah dengan segala fasilitas seperti hotel bintang lima… “Wedddduuuuusssssss……”
Dalam segala kesulitan dan kesengsaraannya, rakyat tetap diminta, dianjurkan, bahkan dipaksa untuk membayar upeti yang bernama “Pajak” kepada Negara. Alasannya untuk pembangunan dan untuk kesejahteraan. Apa yang terjadi…? Ternyata uang upeti rakyat tersebut tidak sampai lagi ke rakyat. Pengangguran dimana-mana karena begitu sempitnya lahan pekerjaan, pembangunan yang tidak merata, biaya pendidikan yang terus merangkak naik dari tahun ke tahun sementara banyak bangunan tempat anak-anak negeri menimba ilmu yang rusak bahkan roboh karena dimakan usia..
Tapi mereka tetap berdalih ; “Ga bener itu….!!!” , “Banyak koq sekolah-sekolah yang dibangun dan di renovasi…” 
Betul pak… tapi coba hitung.. lebih banyak yang bagus apa yang mau roboh..? hayooooo…..
Alih-alih harus membayar pajak… eh, pajak dari para pengusaha yang terus menerus mengeruk kekayaan alam negeri ini malah dipake buat memperkaya diri sendiri… Edaaaaannnnnnnnn…….
Cerita baru muncul lagi… Dari kasus Artalyta maka dibentuklah “Satgas  Mafia Pajak”…
Lucu memang… di negeri ini kan sudah ada Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman, mereka digaji dari uang rakyat, tapi seolah olah mereka ga berfungsi hingga harus dibentuk lagi Satgas ini dan itu, Pansus ini da itu, Panja ini dan itu…. Cape deeeehhhhh…
Padahal Pansus Century yang berminggu-minggu meneriakkan dan meminta agar kasus Bank Century segera diselesaikan, yang sampai saat ini ga jelas.. jadi Rakyat yang uangnya di simpan di Bank Century harus rela kehilangan uangnya dan menjadi OMB (Orang miskin baru) dan instan, kayak makanan dan minuman yang serba instan…
Rakyat yang bodoh mungkin berfikir, kalo emang ga bisa kerja kenapa ga dibubarin aja.. masa harus dibentuk lembaga lain buat nanganin tugas-tugas mereka… kan bisa menghemat anggaran Negara, ia ngga..? Belum reda kasus gayus, eh Artalyta mau dapat remisi bahkan mau di bebasin bersyarat, sakti juga ya dia… Sementara itu Gayus merana karena dia merasa keadilan tidak ditegakkan dengan semestinya. Kenapa Cuma dia yang diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman..? sementara para atasannya di lembaga Pajak dan para pengusaha pengemplang pajak di negeri ini, tidak satupun yang tersentuh dan diadili…
“Ya ga usah kaget bang Gayus… kalo atasan sampeyan kena usut, ya bisa semuanya abis dong…,ya  mungkin aja termasuk para pejabat di sekitar Presiden.. 
Lau cerita akhirnya gimana doooong…..
Kita tunggu saja di episode berikutnya….. hahahahahaha……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar